Fenomena Wisata Seks di Jepang Meningkat Berkat Konten Viral di Media Sosial

Jepang, yang dikenal dengan budaya khas, teknologi canggih, dan kuliner yang menggoda, belakangan ini memperlihatkan sisi yang berbeda dengan munculnya fenomena wisata seks, khususnya di kawasan Taman Okubo, Tokyo. Fenomena ini banyak dipengaruhi oleh media sosial. Taman Okubo, yang terletak dekat dengan Kabukicho—distrik hiburan terkenal dengan patung Godzilla di atas gedung bioskop—sekarang menjadi sorotan global. Setiap malam, sejumlah perempuan muda terlihat berjejer di sekitar taman tersebut.

Mereka tidak hanya sekadar menikmati malam atau menunggu teman, tetapi juga menawarkan layanan seks kepada turis asing. Aktivitas ini semakin berkembang setelah munculnya video-video viral di platform media sosial seperti TikTok dan Bilibili. Video-video tersebut berhasil menarik perhatian turis dari berbagai negara, termasuk Korea Selatan, China, Taiwan, serta Amerika Utara dan Eropa.

Masalah bahasa bukan lagi hambatan. Banyak turis menggunakan aplikasi penerjemah untuk berkomunikasi, seperti yang tercatat dalam laporan AFP pada Senin (21/4/2025).

Ria, seorang pekerja seks komersial di kawasan tersebut, mengungkapkan bahwa banyak pekerja seks yang lebih memilih melayani turis asing daripada pelanggan lokal. Hal ini disebabkan oleh turunnya daya beli masyarakat Jepang dan kekhawatiran akan tindakan aparat yang menyamar sebagai warga sipil.

“Orang asing biasanya tidak menawar harga. Bahkan sering memberi uang lebih,” kata Ria.

Selain itu, risiko penangkapan oleh polisi juga lebih rendah ketika melayani turis asing. Tarif yang ditawarkan berkisar antara 15 ribu hingga 30 ribu yen (sekitar Rp 1,8 juta hingga Rp 3,6 juta), meskipun para pekerja seks harus menyesuaikan tarif tersebut dengan kondisi ekonomi dan persaingan yang ketat.

Azu, seorang pekerja seks berusia 19 tahun, mengungkapkan bahwa ia bisa mendapatkan 20 ribu yen dalam satu jam dari turis asing, dengan beberapa syarat tertentu.

Namun, di balik tampaknya “pasar bebas” ini, terdapat banyak sisi gelap. Banyak wanita muda yang bekerja secara independen tanpa perlindungan hukum, berisiko menjadi korban pelecehan, rekaman ilegal, atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Keadaan ini semakin buruk karena tidak adanya sistem hukum yang melindungi mereka.

Arata Sakamoto dari organisasi nirlaba Rescue Hub berusaha memberikan solusi. Bersama timnya, ia menyediakan tempat aman bagi pekerja seks yang ingin keluar dari kehidupan tersebut. Di apartemen yang mereka sediakan, para wanita bisa beristirahat, makan, dan mendapatkan dukungan emosional. Arata menjelaskan bahwa peningkatan jumlah pekerja seks di Jepang merupakan dampak jangka panjang dari pandemi.

“Sepuluh tahun yang lalu, tidak banyak perempuan Jepang yang memilih terjun ke dunia ini.”Namun, pandemi membuat banyak dari mereka kehilangan pekerjaan dan terpaksa menjual diri untuk bertahan hidup,” ujarnya.

Ironisnya, hukum di Jepang hanya menghukum pekerja seks, sementara pelanggan tidak mendapat sanksi apa pun. Hal ini memicu banyak pihak untuk mendesak perubahan kebijakan guna mengurangi eksploitasi terhadap perempuan.

Hingga kini, pihak kepolisian Tokyo belum memberikan pernyataan resmi terkait fenomena wisata seks di Taman Okubo. Mereka hanya menyebutkan bahwa patroli telah diperketat sejak Desember lalu. Namun, dengan terus berkembangnya konten viral yang mempromosikan wisata seks, kekhawatiran pun semakin meluas.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *