Tag Archives: Sektor pariwisata

https://icecassino.net

Badung, Pusat Pariwisata Bali yang Terus Berbenah Menuju Standar Internasional

Kabupaten Badung dikenal sebagai pusat pariwisata di Bali, memiliki jumlah destinasi wisata terbanyak serta fasilitas akomodasi paling lengkap dibandingkan daerah lain di Pulau Dewata. Dijuluki sebagai ‘Gumi Keris’, Badung juga mencatat kunjungan wisatawan tertinggi, baik domestik maupun mancanegara, menjadikannya faktor kunci dalam pengembangan pariwisata berkualitas di Bali. Sektor pariwisata pun menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Badung, sehingga Pemerintah Kabupaten Badung berkomitmen untuk membangun sistem terintegrasi guna meningkatkan daya saing pariwisata di tingkat global.

Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa menegaskan bahwa visi-misi kepemimpinannya bersama Wakil Bupati adalah menciptakan pariwisata berkualitas yang berlandaskan nilai-nilai Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Konsep ini diterapkan melalui tujuh program utama bernama ‘Sapta Kriya Adi Cipta’. Dalam mendukung pariwisata yang berkualitas, pemerintah fokus pada pembangunan infrastruktur, termasuk mengatasi kemacetan, sampah, ketersediaan air bersih, pengendalian banjir, serta peningkatan penerangan jalan.

Menurut Adi, pertumbuhan kendaraan yang pesat di Badung turut menyumbang kemacetan, sehingga diperlukan pembangunan infrastruktur jalan yang memadai serta pengembangan transportasi publik. Selain itu, pemerintah juga menaruh perhatian besar terhadap pengelolaan sampah demi menjaga citra Badung sebagai destinasi wisata kelas dunia. Di sisi lain, ketersediaan air bersih menjadi tantangan tersendiri karena Badung tidak hanya melayani kebutuhan warga lokal, tetapi juga wisatawan dalam jumlah besar.

Dengan pembangunan infrastruktur yang terus dilakukan, Badung semakin diperhitungkan sebagai destinasi bertaraf internasional. Menurut Adi, kualitas pariwisata harus terus berkembang seiring perubahan zaman, mengingat sektor ini merupakan sumber utama pendapatan daerah. Pemerintah pun bertekad membangun sistem terintegrasi antarperangkat daerah guna meningkatkan kualitas pariwisata.

Kepala Dinas Pariwisata Badung, I Nyoman Rudiarta, menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk mendukung pengembangan pariwisata berkualitas. Ia menjelaskan bahwa destinasi wisata yang unggul harus memiliki daya tarik kuat, didukung aksesibilitas yang baik, infrastruktur memadai, serta legalitas yang jelas. Dinas Pariwisata Badung juga berupaya menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui optimalisasi potensi wilayah dan integrasi sektor pertanian dengan pariwisata.

Dalam menjaga keberlanjutan sektor pariwisata, Badung akan terus meningkatkan pengawasan bersama aparat terkait untuk menjamin keamanan dan ketertiban. Kolaborasi dengan Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Perizinan dilakukan guna memastikan implementasi program pariwisata berkualitas dapat berjalan sesuai rencana dan berdampak positif bagi perekonomian masyarakat.

Memperingati 70 Tahun Hubungan Diplomatik, Indonesia dan Polandia Perkuat Kerja Sama Pariwisata

Dalam rangka memperingati 70 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Polandia, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Warsawa sukses menggelar acara Table Top/Business Matching yang berfokus pada sektor pariwisata pada 7 Maret 2025. Acara ini menjadi momentum penting dalam memperkuat kerja sama ekonomi dan promosi destinasi wisata Indonesia di pasar Eropa, khususnya Polandia.

Business matching ini mempertemukan 103 peserta, terdiri dari 43 perwakilan dari Indonesia dan 60 peserta dari Polandia. Dalam sesi pertemuan bisnis ini, tercatat sebanyak 273 transaksi potensial dengan nilai mencapai US$4,5 juta. Hal ini menunjukkan tingginya minat pelaku industri pariwisata Polandia untuk menjalin kemitraan dengan mitra dari Indonesia. Kesuksesan ini juga tidak lepas dari upaya promosi yang gencar dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pelaku industri pariwisata, agen perjalanan, serta pemerintah Indonesia dalam memperkenalkan daya tarik wisata nusantara.

Selain itu, jumlah wisatawan asal Polandia yang berkunjung ke Indonesia terus meningkat secara signifikan. Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 53.907 wisatawan asal Polandia yang memilih Indonesia sebagai destinasi liburan mereka. Angka ini menjadikan Polandia sebagai pasar wisatawan Eropa terbesar kesembilan bagi Indonesia, memperlihatkan potensi besar bagi industri pariwisata tanah air. Keindahan alam, kekayaan budaya, serta berbagai fasilitas wisata yang semakin berkembang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan Polandia untuk mengunjungi Indonesia.

Acara ini juga diisi dengan presentasi mengenai berbagai destinasi wisata unggulan di Indonesia, mulai dari Bali, Yogyakarta, Labuan Bajo, hingga destinasi yang tengah berkembang seperti Danau Toba dan Likupang. Pelaku usaha dari kedua negara juga mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi mengenai peluang kerja sama di bidang perhotelan, transportasi, serta paket wisata yang disesuaikan dengan minat wisatawan Polandia.

Kesuksesan acara ini semakin menegaskan eratnya hubungan bilateral antara Indonesia dan Polandia, terutama dalam bidang pariwisata dan ekonomi. Ke depan, diharapkan kerja sama yang telah terjalin ini dapat terus berkembang dan membuka peluang lebih luas bagi kedua negara dalam meningkatkan sektor pariwisata yang berkelanjutan. Dengan semakin eratnya hubungan antara kedua negara, Indonesia berpotensi menarik lebih banyak wisatawan dari Polandia dan kawasan Eropa Timur, sekaligus memperkuat posisinya sebagai destinasi unggulan di tingkat global.

Tantangan Baru! Menakar Daya Tahan Industri Pariwisata Indonesia di Tengah Kenaikan PPN 12%

Jakarta – Pemerintah Indonesia akan menerapkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025, yang menimbulkan kekhawatiran di berbagai sektor, salah satunya pariwisata. Sebagai salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19, pariwisata kini dihadapkan pada tantangan besar yang bisa memperlambat laju pemulihan sektor ini.

Pahami Dampak Kenaikan PPN terhadap Pariwisata

Peningkatan PPN dari 11% menjadi 12% berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, khususnya bagi segmen kelas menengah ke bawah, yang selama ini menjadi basis utama wisatawan domestik. Sebagai akibatnya, pariwisata, yang sebelumnya dianggap sebagai kebutuhan utama untuk relaksasi, berisiko menjadi pilihan sekunder bagi masyarakat. Masyarakat cenderung akan menunda perjalanan atau mencari alternatif wisata yang lebih ekonomis.

Selain itu, dampak kenaikan PPN ini bisa memengaruhi seluruh ekosistem pariwisata, mulai dari transportasi, akomodasi, restoran, hingga sektor terkait seperti penyedia barang souvenir. Kenaikan harga yang ditimbulkan akan mempengaruhi minat wisatawan domestik untuk berkunjung ke destinasi wisata.

Perbedaan Beban Pajak: Menyoroti Ketimpangan di Sektor Pariwisata

Sektor pariwisata memiliki mekanisme pajak yang berbeda dibandingkan industri lainnya. Untuk memperjelas dampaknya, berikut ilustrasi perbedaan beban pajak antara sektor industri umum dan sektor pariwisata:

Industri Umum: Sebuah perusahaan yang membeli bahan baku seharga Rp 1.000 dan dikenakan PPN 12% akan membayar PPN sebesar Rp 120. Setelah diproses dan dijual seharga Rp 2.000, perusahaan dikenakan PPN 12% lagi, yakni Rp 240. Maka, PPN yang dibayar adalah selisih antara PPN Keluaran dan PPN Masukan, yaitu Rp 240 – Rp 120 = Rp 120.

Industri Pariwisata (Hotel dan Restoran): Restoran yang membeli bahan baku seharga Rp 1.000 dan dikenakan PPN Masukan sebesar Rp 120. Setelah itu, produk dijual seharga Rp 2.000 ditambah biaya service charge 10%, sehingga total harga menjadi Rp 2.200. Pajak hotel dan restoran sebesar 10% dari total harga ini (Rp 220) tidak dapat dikompensasikan. Akhirnya, total pajak yang dibayar adalah Rp 120 (PPN Masukan) + Rp 220 (Pajak Hotel dan Restoran) = Rp 340, yang pada gilirannya membebani konsumen dengan harga yang lebih mahal.

Potensi Dampak Negatif Kenaikan PPN untuk Pariwisata

  1. Penurunan Daya Saing dengan Negara Tetangga: Negara-negara dengan beban pajak yang lebih rendah akan lebih menarik bagi wisatawan, terutama wisatawan mancanegara.
  2. Penurunan Permintaan Wisata Domestik: Kenaikan biaya dapat membuat wisatawan domestik, terutama yang berasal dari kalangan menengah ke bawah, beralih ke liburan yang lebih terjangkau atau bahkan menunda perjalanan.
  3. Tekanan pada Rantai Pasokan: Industri pendukung seperti transportasi, UMKM penyedia bahan baku, serta atraksi wisata akan turut terdampak, yang berisiko memperburuk tekanan ekonomi di daerah-daerah yang bergantung pada sektor pariwisata.
  4. Pemutusan Hubungan Kerja: Penurunan permintaan dapat memaksa perusahaan untuk melakukan restrukturisasi, yang dapat menyebabkan pengurangan tenaga kerja dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Solusi untuk Menghadapi Dampak Kenaikan PPN

  1. Insentif Pajak untuk Industri Pariwisata: Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk memberikan insentif fiskal, seperti pengurangan Pajak Hotel dan Restoran sementara, agar sektor pariwisata tidak terpuruk.
  2. Dukungan untuk UMKM Pariwisata: UMKM yang menjadi pilar utama industri pariwisata perlu mendapatkan akses yang lebih mudah ke pinjaman lunak dan program bantuan agar bisa bertahan.
  3. Promosi Wisata Domestik: Kampanye promosi pariwisata domestik yang mengedepankan paket wisata terjangkau bisa menjadi salah satu langkah untuk mengurangi dampak kenaikan PPN.
  4. Penyesuaian PPN Bertahap: Alih-alih langsung menaikkan PPN menjadi 12%, penerapan kenaikan bertahap bisa memberikan kesempatan bagi industri pariwisata untuk menyesuaikan diri.
  5. Kolaborasi dengan Sektor Swasta: Kolaborasi dengan sektor swasta dalam pengembangan infrastruktur dan peluncuran program loyalitas wisata dapat membantu mempertahankan daya tarik destinasi wisata Indonesia.

Masa Depan Pariwisata Indonesia: Tantangan dan Harapan

Pariwisata Indonesia memiliki potensi besar untuk terus berkembang, mengingat kontribusinya yang signifikan terhadap perekonomian negara, baik dari sisi pendapatan devisa maupun penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, kebijakan kenaikan PPN harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak merusak daya saing Indonesia sebagai destinasi wisata utama.

Dengan kebijakan yang bijaksana dan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, sektor pariwisata Indonesia dapat terus tumbuh meskipun di tengah tantangan kenaikan pajak. Pemerintah perlu memastikan kebijakan fiskal yang diambil tidak menjadi penghalang bagi ambisi Indonesia untuk menjadi destinasi wisata dunia yang unggul.